Tepat pada tanggal 6 sampai 8 Febuari 2016, FPBI (Federasi Perjuangan Buruh Indonesia) melaksanakan Kongresnya yang ke-4. Dalam kongres tersebut dihadiri oleh sekitar 300 orang buruh, perwakilan dari delegasi pengurus tingkat pabrik, serta perwakilan dari beberapa pengurus wilayah, seperti dari Jakarta, Bekasi, Cianjur, Pekalongan, Yogya, Lampung, Medan, Mandoge dan Deli Serdang.
Beberapa peserta undangan sebagai peninjau juga hadir dalam kongres tersebut. Diantaranya adalah dari Persatuan Pejuangan Indonesia (PPI), Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Kesatuan Perjuangan Organisasi Pemuda (KPOP), Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI), Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (FSERBUK), Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Aliansi Jurnalis Independen-Jakarta (AJI-JAK), dan berbagai organisasi lainnya.
Kongres yang bertemakan “Bangun militansi Kaum Buruh Untuk Memimpin Gerakan Rakyat Menuju Kemerdekaan 100%” ini berlangsung selama 3 hari di Wisma Pemuda Cibodas. Antusias para peserta kongres pun membuat forum menjadi dinamis, untuk merumuskan program secara demokratis.
Terpilih dalam kongres tersebut sebagai Ketua Umum FPBI periode 2016-2019 adalah Herman Abdul Rohman, dan Sukanti sebagai Sekertaris Jendral FPBI.
Dalam pernyataanya, Herman mengatakan bahwa kongres selain menghasilkan program-program normatif di bidang perburuhan, juga menghasilkan program-program politik buruh. “Kami akan mendorong terbentuknya Undang-Undang Perlindungan Buruh. Mendorong pemberlakuan upah layak bagi buruh dan penghapusan sistem kerja kontrak dan putsourcing,” terangnya.
Untuk program politik, kongres FPBI juga memandatkan untuk segera terbentuknya Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia. “Kami juga mendorong untuk terlibat aktif dalam membuat partai alternatif. Karena partai yang ada sekarang dikuasai oleh pengusaha dan tidak akan memberikan kesejahteraan kaum buruh. Harus ada partai yang lahir dari kaum buruh,” tegasnya.
Sementara itu, menanggapi situasi ekonomi saat ini. Herman mengatakan bahwa pemerintahaan yang ada sekarang ini telah menujukan posisinya yang lebih membela kepentingan pengusaha yang kaya, dibandingkan dengan kepentingan kesejahteraan buruh yang jumlahnya puluhan juta.
“Ekonomi yang melambat saat ini, seharusnya buruh didorong untuk ikut serta membangun ekonomi nasional. Namun buruh malah ditekan upahnya sampai rendah, dan membuat kondisi buruh membuat semakin buruk,” ujarnya. “Kalau upah buruhnya layak, daya beli akan naik, konsumsi akan naik dan berimbas pada perbaikan ekonomi. Sementara kalau pengusaha kan banyak menyimpan uangnya diluar negeri, sakit saja mereka berobat ke luar negeri, dan uangnya juga akan beredar di luar negeri,” pungkasnya. (idr)